
Yogyakarta, 2 Oktober 2025 – Kompleksitas pengelolaan perguruan tinggi di era modern menjadi sorotan utama dalam perkuliahan Manajemen Administrasi Pendidikan Tinggi yang dibawakan oleh Prof. Dr. Ir. Zuprizal, DEA., IPU., ASEAN Eng. pada Kamis (02/10/2025). Di hadapan mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Tinggi (MMPT), Prof. Zuprizal menggarisbawahi tantangan fundamental yang dihadapi institusi, yakni tumpang tindih peran dosen sebagai akademisi dan manajer. Menurutnya, kondisi ini sering kali menciptakan dilema profesional yang berisiko menurunkan kualitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Prof. Zuprizal memaparkan bahwa realitas di lapangan menunjukkan dosen kerap dibebani tugas administratif dan manajerial. Padahal, fokus utama mereka seharusnya pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
“Manajemen pendidikan tinggi bukan sekadar urusan teknis, melainkan alat strategis untuk mencapai tujuan institusi. Ketika dosen harus merangkap sebagai manajer, sering kali terjadi konflik kepentingan yang mengurangi efektivitas kedua fungsi tersebut,” jelasnya. Untuk mengatasi hal ini, perguruan tinggi mutlak membutuhkan manajer yang capable—individu dengan kompetensi manajerial yang kuat, pemahaman mendalam tentang ekosistem pendidikan tinggi, serta kepemimpinan yang terukur. “Dengan adanya manajer profesional, dosen dapat berkonsentrasi penuh pada peningkatan kualitas pembelajaran, menghasilkan riset berkualitas tinggi, dan memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat,” tegas Prof. Zuprizal.
Dalam sesi yang interaktif, Prof. Zuprizal memperkenalkan konsep tiga pilar kompetensi (intersection) yang wajib dimiliki oleh seorang manajer pendidikan tinggi. Ketiganya saling melengkapi untuk membentuk seorang pemimpin yang utuh.
- Etika: Menempati posisi tertinggi sebagai fondasi karakter dan integritas. “Tanpa etika yang kuat, pengetahuan dan pengalaman dapat disalahgunakan. Etika adalah pembeda utama,” ujarnya.
- Pengetahuan (Knowledge): Penguasaan teori dan konsep yang mendalam mengenai manajemen dan sistem pendidikan tinggi.
- Pengalaman (Experience): Kemampuan praktis yang memperkaya pemahaman teoritis dan mempertajam pengambilan keputusan.
Menurutnya, mahasiswa MMPT memiliki tanggung jawab strategis untuk menjadi agen perubahan (change agent) yang menguasai ketiga pilar ini. Mereka diharapkan mampu mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktik, mengembangkan solusi inovatif, serta mendorong reformasi tata kelola perguruan tinggi agar lebih efektif dan efisien. Perkuliahan ditutup dengan pesan kuat bahwa masa depan perguruan tinggi sebagai pusat keunggulan akademik dan agen transformasi sosial sangat bergantung pada kualitas manajemennya. Mahasiswa MMPT, dengan bekal etika, pengetahuan, dan pengalaman, dipersiapkan untuk menjadi motor penggerak reformasi tersebut. “Hanya dengan manajemen yang profesional, dosen yang fokus, dan sistem yang kuat, perguruan tinggi dapat menjalankan misinya dengan luhur dan berdampak,” pungkasnya.
Tags: SDG 4: Quality Education (Pendidikan Berkualitas); SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh (Peace, Justice, and Strong Institutions)
Penulis : Vikra Shafwa Humaira Sinambela; Berlian Belasuni
Foto : Dok. Prodi MMPT SPs UGM