Yogyakarta, 9 Januari 2025 – Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi angin segar bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Kebijakan ini memberikan keleluasaan bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri di luar ruang kelas. Namun, seberapa efektifkah implementasi kebijakan ini di lapangan? Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ali Alatas, mahasiswa S2 Magister Manajemen Pendidikan Tinggi UGM, mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan fokus pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Melalui penelitian kualitatif yang mendalam, Ali menemukan adanya kesenjangan antara harapan mahasiswa dan kenyataan implementasi MBKM di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mahasiswa memiliki ekspektasi tinggi terhadap program MBKM, seperti kesempatan untuk magang di perusahaan ternama, mengikuti program pertukaran pelajar, atau terlibat dalam proyek riset yang menarik. Namun, dalam praktiknya, mahasiswa masih menghadapi beberapa kendala, seperti terbatasnya pilihan program MBKM yang tersedia, kurangnya informasi yang jelas, serta kurangnya dukungan dari dosen pembimbing.
Salah satu temuan menarik dari penelitian ini adalah adanya perbedaan persepsi antara mahasiswa dan pihak universitas terkait kesiapan implementasi MBKM. Mahasiswa umumnya merasa bahwa universitas belum sepenuhnya siap dalam menyediakan fasilitas dan dukungan yang memadai untuk pelaksanaan program MBKM. Di sisi lain, pihak universitas berpendapat bahwa mereka telah melakukan upaya maksimal untuk mendukung implementasi kebijakan ini.
“Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi MBKM di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masih perlu ditingkatkan,” ujar Ali. “Perguruan tinggi perlu lebih proaktif dalam memberikan informasi dan dukungan kepada mahasiswa agar mereka dapat memanfaatkan program MBKM secara optimal.”
Tema SDGs: 4. Pendidikan berkualitas, 10. Berkurangnya kesenjangan
Penulis: Berlian Belasuni
Foto : Dok. Prodi MMPT SPs UGM